tren properti

Properti Terpacu Stimulus

Sektor properti berpeluang berlari lebih kencang pada paruh kedua tahun ini, menyusul kebijakan pemerintah memperpanjang waktu pemberian insentif pajak pembelian properti siap huni yang sebelumnya berakhir pada Agustus menjadi 31 Desember 2021.

Perpanjangan waktu pemberian Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 103/PMK/010/2021.

Aturan tersebut membebaskan PPN rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.

Menyusul, diskon PPN 50% untuk rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual Rp2 miliar—Rp5 miliar.

Hari Ganie, Wakil Ketua Umum Bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), memproyeksikan bahwa melalui insentif itu penjualan properti akan terakselerasi dan pada akhir 2021 bakal bertambah hingga Rp2 triliun.

Artinya, total penjualan industri properti sepanjang 2021 bakal mencapai sekitar Rp4 triliun. Angka tersebut jauh melampaui raihan penjualan properti pada awal pandemi 2021 yang anjlok hingga 31,8%.

Dia menjelaskan, realisasi penjualan rumah pada semester I/2021 didominasi harga Rp300 juta—Rp2 miliar dengan porsi 80% dikuasai oleh pengembang besar.

“Saya proyeksikan dengan kebijakan ini, minimal [nilai jual properti nasional] akan sama seperti semester lalu,” ujarnya Minggu, (8/8).

Hari pun berharap embusan angin segar berupa insentif PPN DTP direspons oleh sektor perbankan melalui pencairan kredit pembelian rumah (KPR) untuk pekerja sektor informal.

“Sistem perbankan [nasional] sangat prudent, tidak berani kasih KPR ke sektor informal, padahal banyak [pekerja] sektor informal yang gajinya jauh lebih besar dibandingkan dengan pekerja swasta,” jelasnya.

TREN PENGUATAN

Dari kalangan emiten, CEO Lippo Karawaci John Riady menilai bisnis properti perseroan tahun ini kian menguat. “Terlihat dari prapenjualan kuartal II/2021 yang berhasil tumbuh 193% menjadi Rp1,02 triliun.

Kami optimistis target prapenjualan tahun ini sebesar Rp3,5 triliun tercapai melalui peluncuran produk baru,” katanya.

Realisasi marketing sales emiten dengan kode saham LPKR melesat 122% secara tahunan menjadi Rp2,33 triliun pada semester I/2021.

Dengan prestasi itu, LPKR telah merealisasikan 67% dari target prapenjualan yang ditetapkan.

Sementara itu, Direktur Utama Ciputra Development Candra Ciputra menilai pencapaian prapenjualan perseroan pada semester I/2021 tumbuh 77% menjadi Rp3,6 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dengan kondisi itu, emiten dengan kode saham CTRA ini telah merealisasikan 61% target marketing sales yang ditetapkan tahun ini senilai Rp5,9 triliun.

“Kami yakin tren positif ini dapat diteruskan hingga mencapai target marketing sales pada 2021,” tutur Candra.

Senada, Direktur Bumi Serpong Damai Hermawan Wijaya mengatakan pencapaian marketing sales perseroan pada semester I/2021 mencapai Rp4,5 triliun naik 56% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp2,9 triliun.

“Pencapaian ini merupakan sinyal positif bagi kami, karena sudah berhasil mengamankan 65% dari target tahunan prapenjualan yang ditetapkan sebesar Rp7 triliun,” jelasnya.

Secara terperinci, prapenjualan emiten dengan kode saham BSDE pada kuartal II/2021 disumbangkan segmen residensial sebesar Rp3 triliun atau 67% dari total marketing sales.

Dari sisi perbankan, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo mengakui sektor perumahan merupakan bisnis yang tangguh di tengah pagebluk.

Menurutnya, saat ekonomi terkontraksi pada kuartal sebelumnya, sektor real estat tumbuh di level 2,31% YoY pada kuartal II/2020 dan 1,25% di kuartal IV/2020.

Ketika ekonomi tumbuh positif, sektor real estat pun melaju sebesar 2,82% YoY pada kuartal II/2021.

“Kalau kita tahu kebutuhan perumahan sangat tinggi sehingga potensi sektor ini untuk membukukan kinerja positif sangat besar.

Apalagi, dengan stimulus kebijakan itu. Saya yakin kinerja positif di properti bakal terus berlangsung hingga masa pemulihan ekonomi selanjutnya,” tuturnya.

Adapun, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai penambahan insentif berisiko menggemukkan belanja perpajakan (tax expenditure).

Menurutnya, total tax expenditure pada 2020 mencapai Rp228 triliun. Sejalan dengan berlanjutnya insentif pajak pada 2021 dan tambahan insentif baru, Bhima memproyeksikan belanja perpajakan akan lebih dari Rp235 triliun.

“Basis pajaknya bisa terdampak karena banyak pengecualian pajak. Varian insentif pajak kian banyak, tetapi belum tentu efektif terhadap serapan tenaga kerja atau output ekonomi,” ujarnya.

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us