JAKARTA — Kalangan pakar dan akademisi perpajakan menyarankan kepada pemerintah untuk mendesain ulang konsep pembebasan sanksi dalam pengungkapan harta sukarela yang tertuang di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pakar Hukum Perpajakan Universitas Gadjah Mada Dahliana Hasan meminta kepada otoritas fiskal untuk mengkaji ulang fasilitas ini.
Pasalnya, pengungkapan harta dalam RUU KUP tidak jauh beda dibandingkan dengan program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty 2016.
“Program pembebasan [sanksi] ini harus dipertimbangkan sehingga kredibilitas pemerintah tidak dipertanyakan.
Minimal harus ada durasi untuk fasilitas ini,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat RUU KUP di Komisi XI DPR, Rabu (14/7).
Dia menjelaskan, pengungkapan harta bersih sama dengan pembebasan dalam teori penghapusan utang pajak. Program ini pun pernah diterapkan oleh pemerintah yakni Tax Amnesty 2016 dan Sunset Policy 2008.
Menurutnya, jika tidak ada jaminan pengawasan dan penegakan hukum yang kuat, kebijakan pembebasan ini berisiko melemahkan kepatuhan wajib pajak.
Senada, Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia Haula Rosdiana meragukan efektivitas program kepatuhan sukarela itu mengingat hasil dari Tax Amnesty 2016 jauh dari harapan.
Menurutnya, pemerintah perlu merumuskan instrumen kebijakan lain untuk meningkatkan kepatuhan sukarela di luar penghapusan sanksi dari pengungkapan harta bersih oleh wajib pajak.
Penghapusan sanksi pajak untuk mendorong kepatuhan sukarela atau sunset policy menjadi isu utama dalam penyusunan RUU KUP.
Berdasarkan Naskah Akademik RUU KUP yang diterima Bisnis, estimasi potensi penerimaan dari program ini mencapai Rp67,6 triliun.
Angka itu didapatkan melalui selisih jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta yang dihitung berdasarkan data Automatic Exchange of Information (AEOI) senilai Rp451 triliun dikalikan dengan tarif efektif sebesar 15% dari jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019.
Sumber: Harian Bisnis Indonesia