globe

Ramai-Ramai Jaga Kedaulatan Pajak

JAKARTA — Konsensus global mengenai pajak digital mendapat ganjalan dari sejumlah negara berkembang yang terus memperjuangkan kedaulatan pajak. Hal ini makin meningkatkan ketidakpastian terkait dengan kesepakatan pajak atas transaksi elektronik.

Negara yang mencoba mempertahankan kedaulatan pajaknya antara lain China dan India.

Penolakan juga dilayangkan oleh negara berkembang yang selama ini menjadi pasar dalam transaksi elektronik.

Seorang pejabat Pemerintahan India mengatakan bahwa negara itu menolak kesepakatan global yang difasilitasi oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) karena dianggap merugikan.

Penolakan juga disampaikan oleh sejumlah negara berkembang yang menganggap konsensus hanya menguntungkan negara berpenghasilan tinggi atau negara tempat korporasi digital besar berasal.

“Ada risiko besar bahwa negara-negara berkembang pada dasarnya tidak mendapatkan apa-apa dalam hal pendapatan tambahan,” kata Martin Guzman, Menteri Ekonomi Argentina, dilansir Bloomberg, Kamis (1/7).

Negara-negara maju yang tergabung di dalam G7 sebelumnya telah mencapai kesepakatan terkait dengan tarif pajak minimum global sebesar 15%.

Namun, jelang pertemuan OECD pekan ini, beberapa negara di luar G7 tidak menerima kesepakatan itu sehingga meningkatkan ketidakpastian tentang konsensus.

Kemudian, pejabat dari beberapa negara dengan pajak rendah menentang usulan tarif itu, termasuk Irlandia yang memiliki tarif pajak perusahaan 12,5%, dan Hungaria dengan tarif 9%.

Adapun, negara lain menyerukan jumlah yang lebih tinggi, kendati OECD sebelumnya telah menyarankan bahwa batas minimum mungkin tidak diputuskan sampai musim gugur tahun ini.

Sementara itu, di tengah pertemuan OECD pekan ini, pejabat G7 melakukan serangkaian upaya diplomatik untuk mencoba meyakinkan pihak yang tidak setuju.

Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire telah mengadakan pembicaraan dengan negara-negara termasuk Polandia, Rusia, Brasil, Arab Saudi, India, dan Turki.

“Kami mendapat terobosan yang dikatakan bersejarah di G7 di London beberapa hari lalu. Sekarang kami perlu membuat terobosan nyata ini di G20 Venesia pertengahan Juli,” kata Le Maire.

Adapun proposal OECD dibagi menjadi dua pilar terpisah. Pilar 1 berkaitan dengan pembagian hak untuk mengenakan pajak atas keuntungan perusahaan multinasional terbesar di dunia, dan Pilar 2 terkait dengan penetapan tarif minimum korporasi.

Pascal Saint-Amans, Pejabat tinggi OECD di bidang pajak mengatakan sebagian besar keuntungan akan datang dari Pilar 2 yakni rencana pajak minimum yang dapat meningkatkan US$150 miliar pendapatan tambahan untuk pemerintah.

Pilar 2 itu juga akan memberi negara kewenangan untuk memungut pajak tambahan dari perusahaan multinasional yang membayar di bawah tarif minimum di yurisdiksi lain.

DIBEBASKAN

Pada perkembangan lain, perusahaan di bidang jasa keuangan akan dibebaskan dari aturan pajak global yang saat ini tengah dirundingkan.

Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak mengajukan proposal pengecualian tersebut kepada negosiator OECD dan yang kemudian disetujui.

Menurut sumber yang dekat dengan masalah ini, proposal Sunak memastikan bahwa perusahaan keuangan, seperti bank global dengan kantor pusat di London, tidak akan menghadapi beban pajak tambahan.

Sementara itu, OECD yang berbasis di Paris menjadi tuan rumah pertemuan kemarin, sebagai bagian dari upaya untuk mencapai konsensus tingkat tinggi tentang prinsip-prinsip rencana di antara lebih dari 100 negara.

Adapun keputusan yang dicapai akan dipertimbangkan kembali oleh menteri keuangan G20 di Venesia pada pekan depan.

Kesepakatan yang lebih luas tentang perincian rencana kemungkinan akan tercapai pada akhir tahun ini.

Pembicaraan tersebut bertujuan untuk mengubah aturan dan perjanjian pajak selama beberapa dekade, mendorong lebih banyak pendapatan ke pemerintah dan mengatasi kekhawatiran bahwa perusahaan multinasional seperti Amazon.com Inc. dan Facebook Inc. tidak membayar cukup banyak pajak.

Kesepakatan juga dapat menurunkan pajak digital domestik yang telah diterapkan beberapa negara.

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us