JAKARTA, KOMPAS — Walaupun dihalang-halangi sejumlah pihak, Komisi Pemberantasan Korupsi akan tetap melakukan pencarian terhadap barang bukti yang dipindahkan atau sengaja dihilangkan. KPK juga akan mengumpulkan berbagai keterangan saksi, selain mengungkap titik terang pelaku, juga barang bukti dan tindak pidananya.
Saat dihubungi di Jakarta, Selasa (13/4/2021), Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, sejumlah pihak yang terbukti merintangi, menghalangi, dan menggagalkan penyelidikan hingga penuntutan akan ditindak tegas dan menjeratnya secara hukum.
Jumat (9/4/2021) lalu, tim penyidik KPK mengagendakan penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru. Namun, penggeledahan itu gagal. Pasalnya, di dua lokasi tersebut, KPK tak menemukan bukti yang dicari. Diduga, barang bukti tersebut sengaja dipindahkan atau dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu. Padahal, proses pengajuan izin yang dilakukan KPK sudah sesuai aturan.
Penggeledahan tersebut terkait dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji pemeriksaan perpajakan pada 2016 dan 2017 di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, menambahkan, sejauh ini mekanisme dan proses administrasi izin penggeledahan tidak ada kendala dari Dewan Pengawas KPK. ”KPK memastikan proses pengajuan izin penggeledahan telah dilakukan sesuai mekanisme aturan yang berlaku,” kata Ali.
Menurut Ali, Tim penyidik KPK pernah mendapatkan informasi dari masyarakat adanya mobil truk di sebuah lokasi di Kecamatan Hampang yang diduga menyimpan berbagai dokumen terkait perkara yang sedang dilakukan penyidikan tersebut. Namun, setelah tim penyidik KPK datang, truk tersebut sudah berpindah tempat.
Ali menegaskan, saat ini fokus KPK adalah dugaan adanya pihak-pihak yang tidak kooperatif dan sengaja menghalangi penyidikan dengan cara
memindahkan bukti tersebut.
Untuk itu, Ali juga mengingatkan, siapa pun yang sengaja menghalangi penyidikan dengan antara lain diduga memindahkan bukti-bukti yang diperlukan dalam proses penyidikan ini, KPK tak segan menerapkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang merintangi penyidikan.
Evalusi internal Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman mengatakan, kegagalan memperoleh alat bukti dalam penggeledahan ini harus menjadi evaluasi internal KPK. Menurut Zaenur, dalam penggeledahan, pihak yang mengetahui informasi rencana operasi relatif terbatas, yakni bagian penindakan, pimpinan, dan Dewas KPK.
“Kebocoran bisa terjadi karena kesengajaan ataupun karena kelemahan sistem di KPK sehingga bisa dieksploitasi oleh pihak lain dari luar. Dewas dapat melakukan investigasi internal untuk menegakkan etika,” kata Zaenur.
Ia pun mempertanyakan interval waktu penggeledahan pertama yang dilakukan pada pertengahan Maret 2021 dengan penggeledahan kedua pada April 2021. Interval waktu itu dinilai memberikan cukup waktu bagi pihak tertentu untuk memindahkan alat bukti.
Hal yang sama juga disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Ia mengungkapkan, adanya pegawai internal KPK yang diduga membocorkan informasi rencana penggeledahan, tak hanya terjadi dalam kasus ini saja.
Sebelumnya, dalam pengusutan perkara suap pengadaan paket kebutuhan pokok di Kementerian Sosial juga terjadi hal serupa. Ada beberapa tempat yang ketika akan digeledah, KPK tidak lagi menemukan barang-barang bukti apa pun. Karena itu, Kurnia meminta tindakan konkret KPK untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik itu.
Sumber: Harian Kompas