Program tax amnesty II atau Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PSWP), yang tertuang di dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), mendapat dukungan deras dari para pengusaha.
Secara umum, kelompok pebisnis di Tanah Air menilai tarif program yang berlaku selama 1 Januari 2022—30 Juni 2022 di kisaran 6%—11% cukup menarik.
Namun, tetap ada catatan bahwa pemerintah diminta menyediakan kemudahan mekanisme pelaporan serta jaminan kerahasiaan data sehingga PSWP berjalan efektif.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan banyak pelaku usaha yang belum berpartisipasi pada tax amnesty 2016 karena kurangnya pemahaman.
Seiring dengan kepercayaan yang makin baik kepada pemerintah serta konsistensi penerapan program serupa 5 tahun silam, dia meyakini peluang partisipasi pebisnis dalam program ini sangat besar.
“Kami juga berupaya untuk meningkatkan kesadaran dunia usaha terkait dengan pentingnya program ini untuk memulihkan perekonomian Indonesia,” katanya kepada Bisnis, Minggu (17/10).
Arsjad menambahkan program pengungkapan ini juga membuka ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan basis pajak sebagai bagian dari reformasi perpajakan melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Jika berjalan efektif, potensi sumbangsih program ini terhadap penerimaan negara cukup besar. Berdasarkan penghitungan Bisnis, dengan asumsi tarif di atas, potensi penerimaan mencapai Rp27,06 triliun—Rp49,61 triliun.
Estimasi itu mengacu pada selisih jumlah harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta hasil Automatic Exchange of Information (AEOI), dikalikan dengan tarif yang berlaku.
Berkaca pada penghitungan pemerintah, selisih antara jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dan jumlah harta berdasarkan data AEOI mencapai Rp451 triliun.
Adapun, potensi penerimaan pajak dari peserta tax amnesty I pada 2016, yang belum mengungkap aset per 31 Desember 2015, mencapai Rp597,84 triliun—Rp1.096,04 triliun.
Angka potensi itu juga menggunakan asumsi tarif terkini yaitu 6%—11% dikalikan dengan selisih harta senilai Rp9.964 triliun yang belum terungkap setelah program tax amnesty I berakhir. Sebelumnya, tarif awal yang diusulkan pemerintah untuk tax amnesty II adalah 12,5%—15%.
Adapun, selisih harta senilai Rp9.964 triliun itu berdasar pada pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa ada Rp11.000 triliun dana warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri, dikurangi deklarasi harta luar negeri senilai Rp1.036 triliun.
Hal ini tertuang di dalam Naskah Akademik RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), versi awal dari UU HPP.Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meyakini rendahnya tarif yang diberlakukan akan menjadi magnet bagi wajib pajak untuk terlibat di dalam program PSWP, terutama pelaku usaha yang belum berpartisipasi di dalam tax amnesty 2016.
“Tarifnya sudah tepat. Ini akan menarik bagi wajib pajak yang belum mengikuti tax amnesty 2016 karena berbagai faktor. Mereka memiliki kesempatan [tahun depan],” kata Hariyadi.
Dia menambahkan efektivitas PSWP akan bergantung pada sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap wajib pajak yang disasar.
Komitmen senada disampaikan Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira.
Menurutnya, program pengampunan ini dinanti para pebisnis. Namun, ada beberapa kekhawatiran yang masih belum terjawab. Pertama, soal kemudahan proses pengungkapan harta.
Kedua, terkait dengan kerahasiaan data keuangan wajib pajak. “Ada kekhawatiran soal [kerahasiaan] data karena pajak ini bersifat sangat pribadi,” katanya.
Tantangan lain, menurut Angga, adalah tindak lanjut dari pelaksanaan PSWP pada tahun depan. Menurutnya, pemerintah wajib menindaklanjuti harta atau aset yang telah diungkap wajib pajak sehingga bisa direpatriasi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan PSWP memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi melalui dua opsi PPh.
Sumber: Harian Bisnis Indonesia