Sejumlah perusahaan otomotif tengah harap-harap cemas menantikan kepastian terkait kemungkinan perpanjangan diskon PPnBM 100%.
Memasuki pekan terakhir Agustus 2021, deretan perusahaan otomotif dan pembiayaan mulai harap-harap cemas terhadap proyeksi kinerja mereka sampai akhir tahun.
Apabila tak ada aral melintang, kebijakan diskon PPnBM 100% yang disahkan Kementerian Keuangan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.03/2021 sejak Maret 2021, bakal berakhir pekan depan.
Tanpa ada perubahan aturan, sepanjang September-Desember memang masih akan ada potongan PPnBM, tetapi angka diskonnya bakal susut dari 100% jadi 25% saja.
Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Yohannes Nangoi mengatakan perusahaan otomotif masih cenderung membutuhkan stimulus dikon PPnBM 100% sampai setidaknya akhir tahun.
Pasalnya, tanpa pemantik permintaan sektor otomotif dinilai masih akan sulit menutup kerugian yang mereka alami pada 2020.
Sebelum akhir bulan, Gaikindo akan mengirim surat resmi kepada pemerintah untuk mengajukan permohonan perpanjangan diskon PPnBM agar tetap 100%.
“Ada kemungkinan [diperpanjang] atau tidak? Yang jelas setelah melihat hasilnya, kelihatannya kebijakan tersebut cukup baik untuk semua pihak,” ujar Yohanes dalam konferensi pers, Kamis (19/8).
Potongan PPnBM sebesar 100% alias penggratisan memang signifikan. Ini tampak jelas jika melihat data penjualan mobil wholesale domestik secara bulanan, yang konsisten mendekati kondisi normal sejak Maret 2021.
Dampak penjualan tersebut juga diakui oleh Grup Astra. Marketing & Customer Relations Head PT Astra International Daihatsu Sales Operation Hendrayadi Lastuyoso menyebut bahwa implementasi diskon PPnBM penuh mengerek penjualan setiap kategori produk perseroan pada rentang 33%.
“Daihatsu bersyukur penjualan tumbuh, sejalan dengan kenaikan pangsa pasar kami yang naik 17%,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Senin (23/8).
Menurut penjelasan Hendrayadi, sampai saat ini, ada lima jenis mobil Astra Daihatsu yang kecipratan berkah stimulus PPnBM 100% yakni Xenia, Terios, Luxio, Gran Max Mini Bus, dan Rocky. Khusus kelima produk ini, kenaikan rata-rata penjualan per bulan bahkan disebut Hendrayadi mencapai 52% per bulan.
PROSPEK ASTRA
Moncernya bisnis-bisnis otomotif Grup Astra juga bisa dilihat dari laporan keuangan entitas induknya, PT Astra International Tbk. (ASII).
Sepanjang paruh tahun, masih terganjalnya sejumlah unit bisnis Grup Astra memang membuat perusahaan masih mengalami kontraksi laba year-on-year (yoy).
Akan tetapi, tampak jelas bahwa pendapatan bersih perusahaan mengalami kenaikan signifikan hingga 19,6% sepanjang semseter I/2021. Tepatnya, dari Rp89,79 triliun jadi Rp107,39 triliun.
Apabila dipetakan berdasarkan segmen penjualan, otomotif alias penjualan mobil memang membukukan perbaikan kinerja paling signifikan.
Penjualan segmen tersebut menyentuh Rp43,61 triliun atau tumbuh 30,49% yoy pada Januari-Juni 2021. Pertumbuhan ini melampaui pertumbuhan kinerja bisnis Grup Astra lain seperti agribisnis (19,28%), jasa keuangan (16,46%), ataupun infrastruktur dan logistik (13,33%).
Data lebih baru yang dipublikasikan perusahaan menampakkan bahwa pada Juli 2021, penjualan bertambah lagi sebanyak 32.968 unit. Angka ini setara 3 kali lipat lebih dari penjualan 10.140 unit pada Juli 2020.
Apabila ditotal, sepanjang 7 bulan pertama tahun ini, Grup Astra telah menjual 242.780 unit mobil atau lebih tinggi dari rapor 149,645 unit secara tahunan. Kontribusi terbesar penjualan tersebut berasal dari merek Toyota (144.146 unit), Daihatsu (74.061 unit), disusul Isuzu (12.900 unit) dan UD Trucks (135 unit).
Pertumbuhan penjualan mobil baru juga dibukukan oleh PT Honda Prospect Motor (HPM). Berdasarkan rilis perusahaan, pada bulan Juli, HPM mampu menjual 8.234 unit mobil atau naik 8,7% dari bulan sebelumnya yang sebanyak 7.578 unit.
“Kami bersyukur tren penjualan masih positif di tengah PPKM. Selanjutnya kami akan fokus menjaga pasokan,” ujar Business Innovation and Marketing Sales HPM Yusak Billy dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Senin (16/8).
Sama seperti Grup Astra, Honda juga harap-harap cemas agar diskon PPnBM 100% bisa diperpanjang pemerintah.
“Kami berharap bisa mendapat perpanjangan [diskon PPnBM 100%] lagi. Kami selalu berkomunikasi dengan pemerintah, setiap data kami sampaikan dan kami yakin apa yang dilakukan pemerintah pasti sudah memikirkan banyak aspek,” jelasnya.
Diskon PPnBM penuh, secara praktik memang menggiurkan. Sejumlah merek produk Honda tipe Brio RS yang awalnya dibanderol Rp200 juta lebih misal, bisa terpangkas jadi kisaran Rp180 juta hingga Rp190 juta.
Insentif PPnBM tersebut juga berlaku untuk pembelian dengan cara kredit. Hal inilah yang kemudian membuat perusahaan-perusahaan pembiayaan punya harapan besar agar bantuan pemerintah diperpanjang.
PT Mandiri Tunas Finance, entitas anak PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), adalah salah satu yang vokal menyuarakan harapan agar ada perpanjangan diskon PPnBM penuh.
“Untuk September-Desember, kami memang melihat ada kemungkinan [pembiayaan otomotif] karena PPnBM 100% tidak ada.
Harapannya memang agak bisa diperpanjang lagi, agar menjadi stimulus penjualan mobil,” papar Direktur Sales & Distribusi Mandiri Tunas Finance William Francis, Minggu (22/8).
Dalam seminar daring yang digelar pada Kamis (19/8), Direktur Utama PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (ADMF) Hafid Hadeli mengatakan bahwa perusahaannya sebenarnya cukup optimistis kendati pada akhirnya diskon PPnBM 100% tidak diperpanjang.
Menurutnya, secara realitas hitungan akhir, pengaruh angka pembiayaan akibat stimulus PPnBM 100% tidak signifikan.
“Dari segi persentase, adanya relaksasi PPnBM dari 25% ke 100% memang cukup besar. Namun, apabila dihitung secara rupiah total tidak begitu signifikan [terhadap profitabilitas perusahaan pembiayaan],” ujar Hafid.
Hanya saja, dia tidak menampik bahwa situasi tersebut tetap punya kans besar memicu penurunan permintaan. Bahkan, ada kemungkinan pula penurunan permintaan tersebut bakal menimbulkan efek domino lainnya, termasuk yang berdampak pada potensi penurrunan permintaan kredit.
“Konsumen memang akan tetap membeli mobil. Namun, peminatnya pasti lebih sedikit,” tandasnya.
Sumber: Harian Bisnis Indonesia