defisit-anggaran

Target Defisit Anggaran Jebol

JAKARTA — Pemerintah mencatat outlook defisit anggaran pada tahun ini mencapai 5,82% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam dibandingkan dengan target APBN 2021 yakni sebesar 5,7% terhadap PDB. Hal ini mencerminkan bahwa antisipasi penanganan dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi kurang maksimal.

Faktanya, pada pengujung bulan lalu pemerintah masih memproyeksikan defisit anggaran pada tahun ini sesuai target yakni 5,7% terhadap PDB atau Rp939,6 triliun.

Namun, dalam Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, defisit anggaran meleset dari target menjadi 5,82% terhadap PDB atau setara dengan Rp961,5 triliun.

Pelebaran defisit itu disebabkan oleh outlook penerimaan pajak yang lagi-lagi direvisi ke bawah oleh pemerintah.

Pada Juli lalu otoritas fiskal meyakini penerimaan pajak pada tahun ini mencapai Rp1.176,3 triliun atau naik sebesar 9,5% dibandingkan dengan realisasi pada tahun lalu.

Adapun, di dalam RAPBN 2022 outlook penerimaan pajak pada tahun ini hanya senilai Rp1.142,5 triliun atau 92,91% dari target APBN 2021 yang mencapai Rp1.229,6 triliun.

Dalam outlook sebelumnya, pemerintah memprediksi realisasi penerimaan pajak pada tahun ini mencapai 95,7% dari target APBN 2021.

Hingga paruh pertama tahun ini, penerimaan pajak tercatat hanya tumbuh 4,9% menjadi Rp557,8 triliun.

Berdasarkan penghitungan Bisnis, setidaknya pemerintah wajib merealisasikan pertumbuhan sebesar 8,1% per bulan hingga akhir tahun untuk mengejar target penerimaan pajak pada tahun ini.

Persoalannya, prospek penerimaan pada tahun ini masih cukup suram akibat implementasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan Level 4 pada awal kuartal III/2021 yang menyumbat perekonomian.

Terlebih, pada awal pekan ini pemerintah kembali memperpanjang PPKM sampai dengan 23 Agustus 2021.

Memang, berdasarkan UU No. 2/2020 pemerintah masih memiliki keleluasaan untuk melonggarkan defisit anggaran di atas 3% terhadap PDB sejak 2020—2022.

Akan tetapi, revisi outlook ini merefleksikan bahwa hantaman Varian Delta Covid-19 cukup mengena ke sendi-sendi penerimaan negara.

Sementara itu, pemerintah berargumen rasio defisit anggaran terhadap PDB sejalan dengan kebijakan counter cyclical dan upaya konsolidasi fiskal.

“Secara umum defisit anggaran senantiasa terkendali dalam batas aman dan berada dalam level risk appetite,” tulis Nota Keuangan dan RAPBN 2022 yang dikutip Bisnis, Selasa (17/8).

Pemerintah mengklaim, dalam periode 5 tahun terakhir telah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif secara konsisten untuk menciptakan akselerasi pembangunan nasional sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi agar tetap tinggi dan berkesinambungan.

Outlook defisit anggaran itu sejalan dengan proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Kementerian PPN yang menghitung defisit APBN 2021 mencapai 5,8% terhadap PDB.

Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Leonard Tampubolon memprediksi PPKM memicu shortfall penerimaan pajak mencapai Rp75,3 triliun.

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, menurutnya cukup masuk akal apabila otoritas fiskal melakukan rasionalisasi defisit.

“Apabila terjadi shortfall terhadap pendapatan negara, solusi yang perlu diperkirakan adalah melebarkan defisit anggaran, bukan pengetatan belanja,” kata dia.

Di sisi lain, kalangan ekonom memprediksi defisit anggaran pada 2021 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan outlook terbaru pemerintah.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan defisit APBN 2021 berpotensi melebar pada kisaran 5,8%—5,9% terhadap PDB.

Angka tersebut sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah menyusul diterapkannya PPKM Level 4 sejak awal bulan lalu.

“Setelah kita tahu bahwa pada tahun ini dengan kenaikan kasus Covid-19 dan pemberlakuan PPKM, pertumbuhan ekonomi akan mengalami koreksi. Faktanya penerimaan pajak akan bergantung pada kinerja perekonomian,” kata Yusuf.

Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira memperkirakan bahwa defisit anggaran bisa menembus lebih dari 6,2% pada tahun ini.

Alasannya, pemerintah terus menambah alokasi belanja untuk program PEN tanpa diimbangi dengan kemampuan memungut pajak yang cukup baik.

RISIKO TAHUN DEPAN

Berkaca pada kondisi ini, pemerintah juga perlu mewaspadai risiko pembengkakan defisit pada tahun depan yang sejauh ini ditargetkan sebesar 4,85% terhadap PDB atau setara dengan Rp868 triliun.

Presiden Joko Widodo mengatakan penerimaan harus digenjot dengan maksimal melalui reformasi di bidang perpajakan guna mengendalikan defisit.

“Mobilisasi pendapatan negara dilakukan dalam bentuk optimalisasi penerimaan pajak maupun reformasi pengelolaan PNBP [penerimaan negara bukan pajak],” kata Presiden.

Menurut Presiden, reformasi perpajakan ditujukan untuk menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Reformasi dilakukan melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan, serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan rasio perpajakan.

Tidak hanya itu, Presiden juga mengatakan pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur diyakini mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi.

“Rencana defisit 2022 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal, mengingat tahun 2023 defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke level paling tinggi 3% terhadap PDB,” jelas Presiden.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, RAPBN 2022 melanjutkan konsolidasi fiskal dengan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Menurutnya, pemerintah juga akan mengakselerasi program vaksinasi agar dapat mengendalikan pandemi yang merupakan kunci pemulihan ekonomi nasional.

“Dalam RAPBN 2022, pemerintah menetapkan target pendapatan sebesar Rp1.840,7 triliun dan belanja sebesar Rp2.708,7 triliun. Nominal defisit turun 9,7% dibandingkan dengan APBN 2021,” kata dia.

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us