ppn-persen

Tarif PPN Masih Fleksibel

JAKARTA — Setelah menghadapi berbagai perdebatan panjang dan penolakan dari seluruh komponen masyarakat, pemerintah akhirnya memasrahkan penentuan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada DPR.

Saat ini, rumusan perubahan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) itu telah diserahkan pemerintah kepada DPR.

Artinya, rencana perubahan skema dari tarif tunggal 10% menjadi tarif umum 12%, serta dijadikannya kebutuhan pokok sebagai barang kena pajak (BKP) bisa dianulir.

“Nanti kita lihat dengan wakil rakyat [DPR], kita sepakat [putuskan PPN] berapa. Apakah tetap, naik, atau justru sebagian nanti bisa diturunkan,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, Kamis (24/6).

Berdasarkan kajian yang dilakukan pemerintah dan tren negara lain, Prastowo menjelaskan bahwa sebanyak 24 negara menerapkan tarif PPN di atas 20%, kemudian 104 negara di kisaran 11%—20%.

“Pemerintah ingin selektif, adil, yang mampu memberi kontribusi lebih tinggi. Sementara itu yang bawah kita lindungi dengan subsidi dan pengecualian,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan bahwa implementasi skema pungutan PPN multitarif tidak akan mudah bagi wajib pajak dan pemerintah.

Pasalnya, skema ini memperumit pembukuan pajak sehingga menimbulkan kompleksitas bagi wajib pajak dan otoritas pajak. Masalah lain, jelas Tauhid, akan terjadi kesulitan dalam audit PPN.

Di sisi lain, adanya perlakuan yang berbeda antar BKP dan wajib pajak berisiko menimbulkan sengketa. “Karena konsekuensi kenaikan PPN, maka harga akan naik,” kata dia.

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us