Sembako

Sembako Bakal Dipajaki

Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang bahan pokok dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

Berdasarkan berkas rumusan RUU Ketentuan Umum Perpajakan yang diperoleh Bisnis Minggu (6/6), ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPN barang kebutuhan pokok ini. Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12%.

Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5%, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1%.

Pemerintah menggarisbawahi, penerapan tarif PPN final menjadi alternatif untuk memudahkan pengusaha kecil dan menengah.

Adapun batasan omzet pengusaha kena pajak saat ini sebesar Rp4,8 miliar per tahun. Rencana pengenaan PPN terhadap bahan pokok adalah yang pertama kalinya dilakukan pemerintah.

Dalam Pasal 4A ayat 2 huruf b UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah telah menetapkan 11 bahan pokok yang tidak dikenakan PPN.

Kesebelas barang bahan pokok itu meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Pasal 4A ini sempat menjadi polemik karena dianggap multitafsir yang dapat membuka peluang pengenaan PPN terhadap barang bahan pokok di luar 11 jenis barang yang disebutkan dalam penjelasan UU tersebut.

Atas dasar itu, pada 2016 perwakilan konsumen dan pedagang komoditas pangan pasar tradisional meminta Mahkamah Konstitusi melakukan uji materi atas penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU No. 42/2009.

Pada 2017, MK kemudian mengabulkan permohonan dengan menegaskan bahwa penjelasan Pasal 4A ayat (2) UU No. 42/2009 bertentangan dengan UUD 1945.

Alhasil, dalam putusan No.39/PUU-XIV/2016, MK menyatakan barang kebutuhan pokok adalah barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Dengan demikian, barang kebutuhan pokok tidak terbatas pada 11 jenis saja.

Ketua Konstitusi Demokrasi Inisiatif Veri Junaidi berpendapat pemerintah semestinya berpatokan pada keputusan MK sebelumnya sebagai dasar hukum untuk tak memungut PPN barang bahan pokok.

Jika pemerintah saat ini justru menyiapkan aturan lain untuk mengenakan PPN, hal ini dikhawatirkan bertentangan dengan undang-undang.

BISA DIGUGAT

Ahli hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta Muhammad Taufik berpandangan putusan MK pada 2017 wajib dihormati oleh setiap pemangku kepentingan.

“Kalau nanti ditetapkan, masyarakat berhak mengabaikan itu. Masyarakat boleh menolak dan [pemungutan PPN] bisa digugat,” ujarnya.

Ketika dikonfi rmasi sejumlah pejabat Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal tidak bersedia menanggapi rencana ini. Alasannya sedang dalam proses kajian dan masih menunggu pembahasan dengan DPR.

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai kebijakan pengenaan PPN barang bahan pokok ini akan kian menggerus daya beli dan konsumsi rumah tangga yang sejak tahun lalu lesu akibat pandemi Covid-19.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Ajib Hamdani mengatakan pencabut-an pengecualian PPN untuk komoditas pangan akan langsung dirasakan oleh masyarakat.

“Tetapi kalau barang atau jasa yang lainnya belum tentu,” kata dia. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Ngadiran berharap pemerintah mempertimbangkan situasi perekonomian saat ini sebelum mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso mengingatkan pengenaan PPN produk pangan dapat menyebabkan petani kian tertekan.

Dampaknya harga akan naik tetapi kenaikan itu ditekan pada sisi hulu agar tak dirasakan oleh konsumen. Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Abdul Hamid juga khawatir biaya produksi akan naik jika pajak turut menyasar benih.

“Akan berat bagi petani dan konsumen karena biayanya pasti bakal lebih tinggi. Saran saya, saat masa susah, kesampingkan dulu rencana itu.”

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us