Vintage old hotel bell on the table

Pariwisata Lokal Bisa Bangkit

JAKARTA — Rencana pemerintah menaikkan tarif pajak penghasilan atau PPh orang pribadi dari 30% menjadi 35% bagi masyarakat berpenghasilan Rp5 miliar ke atas per tahun diperkirakan bakal memberi peluang bagi industri pariwisata dalam negeri yang tengah berjuang untuk bangkit.

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Djunaedi menilai jika kebijakan tersebut diterapkan, justru berpeluang memberikan sedikit angin segar bagi industri pariwisata, terutama pelaku usaha perhotelan.

Dia mengatakan pemangkasan belanja oleh masyarakat yang terkena efek kenaikan tarif pajak penghasilan akan mendorong mereka untuk memindahkan alokasi belanja wisata dari yang sebelumnya dihabiskan di luar negeri ke destinasi dalam negeri.

“Saya melihat masyarakat berpenghasilan tinggi pasti akan memangkas belanja untuk berwisata. Belanja yang dipangkas adalah yang dialokasikan untuk berwisata di luar negeri.

Mereka akan berpikir bahwa lebih baik pergi berwisata ke destinasi di dalam negeri saja,” ujar Didien, Rabu (26/5).

Dari sisi okupansi, tren tersebut bisa mendongkrak okupansi hotel hingga ke level 50% untuk peak season jika kenaikan pajak diterapkan.

Adapun, selama pandemi Covid-19, rata-rata okupansi di hotel bintang lima sebagai salah satu indikator kunjungan wisata masyarakat berpenghasilan tinggi berada di level 30%, di mana 10% di antaranya masih diisi oleh warga negara asing (WNA).

Sementara itu, pergerakan wisatawan pada masa Lebaran lalu tidak memberikan dampak signifikan terhadap sektor perhotelan kendati diperkirakan naik di kisaran 25%-30%.

Sebabnya, pertumbuhan tersebut tidak diiringi dengan average zoom rate atau harga rata-rata per kamar yang hingga kini masih rendah.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menilai rencana pemerintah itu belum akan berpengaruh terhadap geliat industri pariwisata.

Alasannya, masih ada pengetatan mobilitas masyarakat, seiring dengan belum melandainya kasus positif Covid-19 di Tanah Air.

“Mereka mau belanja, tapi kalau dibatasi susah juga. Jadi, semuanya kembali lagi kepada pelonggaran pergerakan masyarakat.

Sampai dengan saat ini, perjalanan wisata masih tertahan,” ujar Hariyadi. Selain itu, sambungnya, pergerakan wisatawan di segmen masyarakat menengah ke atas juga masih sulit mengalami perbaikan dengan belum pulihnya rasa percaya diri untuk berwisata karena cukup tingginya ketakutan akan tertular Covid-19.

SENTIMEN NEGATIF

Kalangan ekonom mengakui bahwa rencana kenaikan tarif PPh orang pribadi tersebut bakal berdampak pada belanja kebutuhan tersier, termasuk wisata.

“Willingness to spend mereka akan tertahan karena pengeluarannya digunakan untuk menambal ongkos pajak di masa depan,” ujar Ekonom Universitas Indonesia sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi.

Menurut Fithra, rencana pemerintah tersebut akan mengacaukan ekspektasi kelompok menengah ke atas yang menguasai hampir 50% dari total keseluruhan konsumsi di Tanah Air menurut data World Bank.

Sayangnya, lanjut Fithra, rencana tersebut diumumkan oleh pemerintah pada saat kecenderungan konsumsi membaik. Hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) mengindikasikan peningkatan kinerja secara bulanan pada Maret 2021.

Tren penjualan eceran juga diperkirakan kembali membaik pada April 2021. Dengan kata lain, momentum perbaikan konsumsi yang sedang berlangsung terdistraksi oleh rencana menaikkan tarif pajak ter-sebut.

Hal ini, kata Fithra, akan memperburuk kondisi di industri pariwisata. Adapun, pada masa pandemi, industri pariwisata bisa dikatakan masih berharap dari wisatawan domestik seiring dengan belum dibukanya pintu masuk bagi turis asing.

Sementara itu, geliat wisatawan domestik dari masyarakat pendapatan menengah ke bawah seperti yang terjadi pada momen Lebaran tidak memberikan dampak signifikan.

Namun, Fithra pun menilai kondisi bisa saja tidak seburuk yang dibayangkan, mengingat kemungkinan secara psikologis ada orang kaya yang menganggap berwisata adalah kebutuhan primer.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal menilai rencana tersebut justru berpotensi meningkatkan penerimaan pajak sehingga memberikan ruang yang lebih luas kepada pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk membantu pemulihan sektor industri terdampak pandemi, terutama pariwisata.

“Pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling urgen karena paling terdampak. Pemerintah tinggal mencari terobosan agar renca-na tersebut bisa diiringi dengan penerimaan pajak yang maksimal.

Bisa dilakukan melalui penerapan reward and punishment, serta memperkuat integritas pemerintah itu sendiri,” ujarnya.

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us