JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menanggung Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Pertambahan Nilai properti senilai total Rp7,99 triliun dalam rangka memberikan insentif bagi sektor otomotif dan properti. Pemerintah berharap relaksasi tersebut dapat mendorong konsumsi dan meningkatkan geliat industri otomotif dan properti.
Pemerintah telah memberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan kategori sedan dan 4×2 berkapasitas silinder maksimal 1.500 cc dengan kandungan dalam negeri 70 persen ke atas. Penurunan PPnBM dilakukan secara bertahap, mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021.
Penurunan PPnBM sebesar 100 persen dari tarif diberikan untuk tiga bulan pertama, 50 persen untuk tiga bulan kedua, dan 25 persen untuk empat bulan ketiga. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.010/2021.
Pemerintah juga memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) properti selama enam bulan, 1 Maret-31 Agustus 2021. Pemerintah akan menanggung 100 persen PPN atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar, dan 50 persen PPN atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun seharga di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar. Kebijakan ini diatur dalam PMK Nomor 21/PMK.010/2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (1/3/2021), mengatakan, kebijakan relaksasi pajak tersebut diperlukan untuk mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah sebagai pengungkit perekonomian dari sisi permintaan. Kedua kebijakan ini bersifat komplementer dan saling menguatkan, serta bagian dari program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2021 yang senilai Rp699,43 triliun.
Melalui kebijakan ini, pemerintah akan menanggung PPnBM kendaraan bermotor dan PPN properti. ”PPnBM yang ditanggung pemerintah diperkirakan Rp2,99 triliun dan PPN properti sekitar Rp5 triliun,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
PPnBM yang ditanggung pemerintah diperkirakan Rp2,99 triliun dan PPN properti sekitar Rp5 triliun.
Acara ini dihadiri juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasmita, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah memberikan insintif ini agar masyarakat tertarik membeli kendaraan, rumah tapak, atau rumah susun baru. Untuk periode pertama kendaraan baru, Maret-Mei 2021, insentif PPnBM yang akan diterima pembeli sebesar 100 persen.
Adapun untuk pembelian rumah tapak atau rumah susun, insentif yang diberikan hanya berlaku bagi pembelian rumah tapak atau rumah susun baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni. ”Relaksasi juga hanya diberikan untuk pembelian maksimal satu unit rumah tapak atau unit hunian rumah susun untuk satu orang, serta tidak boleh dijual kembali dalam jangka satu tahun,” katanya.
Airlangga mengatakan, untuk menggeliatkan ekonomi nasional, pemerintah terus berupaya memberikan insentif agar masyarakat, khususnya kelas menengah, berbelanja. Insentif ini diberikan di sektor-sektor strategis yang terimbas pandemi Covid-19 dan memiliki keterkaitan hulu-hilir, yaitu manufaktur dan properti.
Di sektor manufaktur, khususnya otomotif, imbas pandemi menurunkan utilisasi industri kendaraan bermotor dari 80,8 persen menjadi 40 persen. Pada 2020 penjualan motor turun 43,57 persen, mobil 48,35 persen, dan suku cadang 23 persen.
”Sektor otomotif ini menyerap sekitar 1,5 juta tenaga kerja langsung dan 4,5 juta tenaga kerja tidak langsung. Sektor ini memiliki 7.451 pabrik dan menyumbang Rp700 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB),” ujarnya.
Sementara sektor properti yang mencakup real estate dan konstruksi, lanjut Airlangga, juga berkontribusi terhadap PDB. Selama 20 tahun terakhir, kontribusi sektor ini meningkat dari 7,8 persen pada 2000 menjadi 13,6 persen pada 2020. Sektor ini terkait dengan 174 industri ikutan antara lain baja, semen, cat, dan alat rumah tangga, serta mencakup 350 jenis industri kecil, seperti industri mebel dan kasur.
Tahun lalu, penjualan properti turun 21 persen sehingga pertumbuhannya terkontraksi atau minus 2 persen. Bahkan, sektor konstruksi turun lebih dalam, yaitu minus 3,3 persen. ”Pekerja di sektor properti yang semula terus meningkat sejak 2000 hingga 2016, mulai melandai sekitar 9,1 juta pada 2019. Pada 2020, jumlah pekerjanya turun menjadi 8,5 juta orang,” katanya.
Untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah juga telah membebaskan PPN dan memberikan tambahan uang muka secara tunai senilai Rp4 juta.
Basuki mengatakan, kebijakan insentif PPN properti melengkapi empat kebijakan bidang perumahan yang telah dilaksanakan Kementerian PUPR. Keempat kebijakan itu berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebesar Rp16,66 triliun untuk 157.500 unit, subsidi selisih bunga (SSB) Rp5,96 triliun, subsidi bantuan uang muka (SBUM) Rp630 miliar untuk 157.500 unit, dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) Rp8,7 miliar.
”Untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah juga telah membebaskan PPN dan memberikan tambahan uang muka secara tunai senilai Rp4 juta. Pada tahun lalu, program bagi MBR ini telah terealisasi dengan total pembelian rumah 200.972 unit dengan PPN yang ditanggung pemerintah sebesar Rp2,92 triliun,” katanya.
Sumber: Harian Kompas