Pemerintah merilis PP No. 61/2020 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Aturan tersebut merupakan pengganti PP No. 145/2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Revisi ini dilakukan mengikuti perkembangan ekonomi, di mana sebagian barang kena pajak yang dulunya tergolong mewah, tidak lagi dikonsumsi oleh masyarakat tertentu pada saat ini.
“Oleh karena itu, terdapat kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang sudah tidak relevan dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini sehingga perlu dilakukan penyesuaian,” tulis PP No. 61/2020 yang dikutip Bisnis, Minggu (8/11).
Dalam beleid terbaru, pemerintah tidak lagi mengutip 10% untuk barang tergolong mewah selain kendaraan bermotor. Adapun tarif sebesar 20% hanya dikenakan untuk hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, townhouse, dan sejenisnya.
Pada PP No. 61/2020 pemerintah juga mengenakan pajak sebesar 40% hanya untuk kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan serta pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
Lalu kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya kecuali untuk keperluan negara. Tarif 50% dikenakan untuk kelompok pesawat udara selain yang disebut sebelumnya kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga.
Lalu senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara. Terakhir pajak 75% untuk kapal pesiar mewah berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacamnya terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Selain itu juga yacht kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum, atau usaha pariwisata. Pemerintah mengesampingkan pajak untuk yacht untuk mendorong industri pariwisata bahari, karena moda transportasi itu dianggap potensial untuk jangka panjang.
“Berkembangnya industri pariwisata bahari diharapkan akan mendorong tumbuhnya sektor lain terkait dan meningkatkan potensi penerimaan negara,” tulis PP No. 61/2020.