suap-korupsi

Lobi Terselubung Pengusaha Tanggung

Penghapusan sanksi pajak untuk mendorong kepatuhan sukarela atau sunset policy merupakan agenda terselubung yang dimasukkan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Program ini disusun untuk mengakomodasi pengusaha berkantong “tanggung” yang berniat mengungkap hartanya.

Indikasi itu berdasar pada sejumlah fakta, data, dan informasi yang diperoleh Bisnis dari sumber yang terlibat dalam penyusunan RUU KUP. Sumber Bisnis mengatakan, masuknya sunset policy dalam RUU KUP merupakan hasil negosiasi otoritas fiskal dan pelaku usaha.

Menurutnya, pebisnis kelas “tanggung” meminta diakomodasi dalam program pengampunan pajak lantaran mulai panik dengan agresivitas petugas pajak dalam melakukan penelusuran harta.

Sementara itu, pebisnis dengan kekayaan yang tidak terlalu besar ini belum mengungkap hartanya dalam program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty pada 2016.

“Kelompok ini memiliki harta tidak besar, takut dikenai denda sehingga mereka meminta ada program pengampunan. Mereka berniat patuh,” kata sumber Bisnis, Rabu (30/6).

Para pengusaha itu meminta program tax amnesty lanjutan. Namun ditolak oleh pemerintah dengan alasan program yang pernah dirilis pada 2016 itu hanya sekali seumur hidup.

Pemerintah kemudian menawarkan sunset policy, dengan denda tarif yakni sebesar 15%.

Denda 15% itu lebih kecil dibandingkan dengan tarif dalam UU KUP yang saat ini berlaku maupun UU No. 11/2016 tentang Pengampunan Pajak.

Dalam UU No. 11/2016, sanksi 200% diberikan jika ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkap.

Pun dengan UU KUP eksis, di mana wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenai sanksi 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Pada dasarnya, pemerintah bisa menerapkan denda tarif 200%. Akan tetapi langkah itu tidak dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi wajib pajak yang berniat secara sukarela melakukan pengungkapan harta.

“Posisi pemerintah adalah memfasilitasi yang benar-benar mau patuh dan jujur. Ini sebagai bagian peningkatan kepatuhan sukarela,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo.

Sunset policy sebenarnya pernah dilakukan oleh pemerintah pada 2008. Namun dalam implementasinya, masih ada kendala besar.

Pertama pengampunan hanya meliputi sanksi administrasi, kedua ketidaksiapan sistem administrasi perpajakan, dan ketiga jangka waktu pelaksanaan terlalu pendek.

Dalam Naskah Akademik RUU KUP pemerintah menuliskan, berkaca pada sunset policy 2008, terdapat kecenderungan jumlah wajib pajak, terutama korporasi, yang memanfaatkan program itu maupun jumlah pelaporan penghasilan dan harta sangat sedikit.

Dari sisi realisasi, program ini menambah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru sebanyak 5.365.128, SPT Tahunan PPh bertambah sebanyak 804.814, dan penerimaan PPh meningkat sebesar Rp7,46 triliun.

Di sisi lain, data kepatuhan pada 2009 menunjukkan bahwa wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT mencapai 47,39% dari total 15,46 juta wajib pajak.

“Ini menunjukkan masih rendahnya tingkat kepatuhan dan kemungkinan wajib pajak kembali ke perilaku ketidakpatuhan,” tulis Naskah Akademik RUU KUP.

Di samping itu, dari sisi administrasi perpajakan tidak dapat dibedakan antara wajib pajak yang memanfaatkan Sunset Policy dengan wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh, sehingga tidak dapat dilakukan monitoring tingkat kepatuhan.

Wajib pajak badan pun tak luput dari persoalan. Pemerintah mencatat, korporasi di Tanah Air cenderung telah melaporkan penghasilan dan/atau harta dengan benar, sehingga yang dilaporkan dalam sunset policy cenderung berupa koreksi fiskal positif.

“Tujuan wajib pajak badan mengikuti sunset policy lebih kepada tidak dilakukan pemeriksaan.” Menimbang informasi, fakta, dan data di atas, tak berlebihan jika sunset policy dalam RUU KUP ini merupakan pertaruhan pemerintah untuk menjawab banyak tantangan.

Mulai dari sistem administrasi perpajakan, hingga efektivitas penggalian potensi penerimaan.

Pemerintah mencatat, estimasi potensi penerimaan dari program ini tercatat Rp67,6 triliun. Estimasi itu didapatkan melalui selisih jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta.

Jumlah harta itu dihitung berdasarkan data dari pertukaran informasi otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI) dikalikan dengan tarif 15% dari jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019.

Selisih antara jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta berdasarkan data AEOI sebesar Rp451 triliun.

Dengan menggunakan tarif 15%, potensi penerimaan senilai Rp67,6 triliun. Sunset policy kembali ditempuh oleh pemerintah untuk mencari sumber penerimaan yang cepat tanpa menimbulkan gejolak.

Program ini mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak sehingga hampir dipastikan bersedia untuk membayar denda tarif yang disyaratkan.

Terlepas dari muatan politis, kunci dari keberhasilan program ini adalah menjamin efektivitas dan menggali potensi penerimaan semaksimal mungkin. Hal itu akan terwujud jika otoritas pajak memiliki instrumen yang menutup celah pengelakan.

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us