Multifinance Pede Capai Target

Insentif Ungkap Daya Beli

Bisnis, JAKARTA — Penyaluran kredit kendaraan bermotor oleh industri pembiayaan mulai mencatatkan kenaikan pada Maret 2021. Kondisi itu dipicu oleh adanya insentif perpajakan dan pelonggaran uang muka untuk pembelian kendaraan roda dua dan roda empat.

Di sisi lain, menjelang Ramadan dan Hari Raya Idulfitri, menjadi sentimen bagi masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor.

Meski ada larangan mudik, beberapa kelompok masyarakat diprediksi akan menggunakan jalur darat untuk bisa pulang ke kampung halaman.

Direktur Utama PT BCA Finance Roni Haslim mengatakan bahwa sentimen positif dari segmen mobil yang mendapat subsidi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) masih menjadi pendorong permintaan pembiayaan kendaraan bermotor, khususnya mobil.

“Maret 2021 penyaluran bulanan kami sampai Rp2,36 triliun, naik jauh dari Februari 2021 di Rp1,35 triliun. Asumsi karena ada Expo BCA dengan bunga spesial dan memang pasar juga naik karena PPnBM.

Sekarang ini, orang juga sudah mulai berani beli mobil untuk siap-siap mudik Lebaran,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (6/4).

Sekadar informasi, pemerintah memberikan subsidi PPnBM untuk mobil baru jenis sedan dan 4×2, dengan mesin di bawah 1.500 cc, serta memiliki local content 70%, berlaku mulai 1 Maret 2021 dengan tiga tahapan insentif per tiga bulanan.

Tepatnya, Maret 2021 sampai Mei 2021 sebesar 100% PPnBM ditanggung pemerintah, kemudian periode berikutnya berkurang hingga 50%, dan tahap terakhir tinggal 25%.

Adapun, perluasan diskon PPnBM untuk mobil kelas 1.500 cc hingga 2.500 cc yang berlaku pada 1 April 2021 akan diperuntukkan kepada dua segmen mobil.

Sedikit berbeda, Direktur Utama PT Mandiri Utama Finance (MUF) Stanley Setia Atmadja menjelaskan bahwa pertumbuhan pembiayaan mobil baru 25% pada Maret 2021 secara bulanan, tak akan terulang pada April 2021.

Sentimen negatif terkait dengan pembatasan mudik dirasa masih akan memiliki pengaruh bagi permintaan kredit mobil.

“Untuk April 2021, kami harapkan akan ada peningkatan kembali, tetapi tidak setinggi peningkatan Bulan Maret 2021. Karena segmen 1.500—2.500 cc yang mendapatkan relaksasi PPNBM tidak sebesar segmen 1.500 cc.

Selain itu, perlu diperhatikan juga adanya kebijakan larangan mudik yang kemungkinan akan berpengaruh pada pembelian mobil baru,” katanya.

Sebelumnya, Direktur PT Mandiri Tunas Finance (MTF) William Francis menjelaskan kinerja penyaluran pembiayaan sepanjang Maret 2021 tercatat meningkat ketimbang Februari 2021, dan terbilang menjadi yang terbesar setelah pandemi.

“Secara overall, pembiayaan MTF di bulan Maret 2021 naik 22% dibandingkan Februari 2021. Kenaikan memang didorong dari jenis mobil yang disubsidi PPnBM, dan paling banyak di merk Toyota kenaikannya,” ujarnya.

Sebagai gambaran, MTF memiliki kinerja penyaluran rata-rata bulanan sebelum pandemi di kisaran Rp2,4 triliun. Namun, selama pandemi anjlok sampai menyentuh Rp460 miliar saja di Mei 2020, dan baru mulai kembali pulih sejak awal 2021 di kisaran Rp2 triliun per bulan.

Oleh sebab itu, menilik masih berlangsungnya subsidi PPnBM ditambah momentum Ramadan pada periode April 2020 ini, MTF optimistis bahwa kinerja penyaluran akan kembali melonjak, sehingga mengantarkan MTF mencapai kinerja bulanan seperti sebelum pandemi.

“Proyeksi kami di April ini, kami melihat masih ada tren kenaikan karena demandnya masih tinggi, data pipeline kami naik lebih dari 25%, mudah-mudahan berjalan lancar,” katanya.

Adapun, bagi PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (Adira Finance) yang notabene lebih banyak bermain di segmen pembiayaan roda dua pun, ikut kecipratan berkah PPnBM.

Direktur Portofolio Adira Finance Harry Latif menyebutkan bahwa kinerja penyaluran ke roda empat baru per Maret 2021 mengalami pertumbuhan 20% jika dibandingkan dengan Februari 2021.

Perusahaan pembiayaan dengan kode emiten ADMF ini optimistis kinerja penyaluran bulanan di semua lini bisa tumbuh 15% hingga 20%.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wirat-no optimistis bahwa penyaluran kredit sektor otomotif pada April 2021, yang akan bertepatan dengan awal Ramadan diproyeksi bakal lebih baik ketimbang bulan puasa tahun lalu.

Namun demikian, Suwandi berharap para pelaku tetap berhati-hati, karena belum tentu daya beli masyarakat sudah pulih betul, dan punya kemampuan mencicil dengan baik ke depannya.

“Kalau dilihat Ramadan tahun lalu yang benar-benar pas pandemi Covid-19 baru mulai dan ada pembatasan di sana-sini, tahun ini pasti lebih baik. Tapi yang jadi fokus, tiap perusahaan masih perlu jeli melihat buying powercalon debitur,” katanya.

Terlebih, perusahaan pembiayaan harus tetap waspada terhadap calon debitur yang tak serius, menilik adanya fenomena mengambil kredit hanya untuk pulang kampung saja atau hanya untuk ‘bergaya’ di momen Lebaran, kemudian berpotensi tak lancar bayar cicilan.

“Fenomena ini bukan hal baru. Maka, dengan infrastruktur data kita yang semakin baik dengan terkoneksi di asset registry dan Sistem Layanan Informasi Keuangan [SLIK], juga hati-hati lihat riwayat calon debitur, harusnya kasus seperti ini bisa dicegah,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, pengamat otomotif sekaligus praktisi industri pembiayaan Jodjana Jody menilai kebijakan insentif pajak dan relaksasi uang muka sukses mendorong belanja kelas menengah yang selama pandemi cenderung menahan konsumsi, terutama yang berkebutuhan untuk berganti kendaraan.

“Hitungan kami, biasanya orang ganti mobil setiap 4—5 tahun dan tahun 2015—2016, total yang beli mobil sekitar 2 juta customer.

Bila repeat order biasa di level 40%, maka ada sekitar potensi 800.000 unit mobil yang bisa dijual tahun ini kalau kondisi baik,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (6/4).

Menurutnya, perluasan segmen penerima insentif pajak akan mendorong konsumsi masyarakat menengah ke atas terhadap beberapa tipe mobil, menilik ‘harga miring’ yang ditawarkan merupakan kesempatan sekali seumur hidup.

“Kredit pasti tumbuh banyak seiring dengan peningkatan retail sales [RS] yang naik tajam di Maret—April dibanding Januari—Februari.

Apalagi bunga kredit juga rendah dan banyak multifinance yang mulai aktif booking untuk mencegah supaya asset financingnya tidak turun seperti yang terjadi tahun lalu,” jelasnya.

Menurut Jody, sebenarnya permintaan selama high season Lebaran atau Mei 2021 masih akan tinggi menilik bulan terakhir subsidi PPnBM 100%, namun secara total realisasi diproyeksi tidak akan sekencang bulan ini.

“Masalahnya di Mei nanti itu di supply, karena pabrik tidak bisa adjust tiba-tiba. Lihat, Maret ini penjualan industri pasti secara RS lebih baik dari tahun lalu, tapi nanti di Mei karena kendala liburan dan hari kerja, secara bulanan pasti akan turun dibanding Maret dan April.”

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Need Help? Chat with us